KASUS
PEMBUNUHAN
(Analisis di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten
Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Provinsi Lampung)
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH KRIMINOLOGI
DISUSUN OLEH :
MOHAMAD YASIR
SOSIOLOGI B / VII
1210105067
BANDUNG
2013
M
A.
Pendahuluan
Dalam
hidup bermasyarakat, dibatasi dan diatur
oleh Negara yang merupakan suatu wadah yang menegakkan keberaturan dan keseimbangan dalam sistem sosial, yang
berarti juga menegakkan eksistensi dari sistem itu sendiri. Semua kelompok
sosial membentuk aturan-aturan dan berusaha menegakkannya, bahkan dalam situasi
tetrtentu memaksakannya. Aturan-aturan sosial membatasi sikap tindakan
manusia sesuai sehingga ada aturan yang
melarang, memerintahkan dan membolehkan (Soekanto dalam Soetomo : 2010).
Aturan-aturan
sosial itulah yang mejadi pedoman bagi tingkah laku individumaupun kelompok
dalam melakukan kehidupan bermasyarakat termasuk dalam saling bernteraksi
dengan sesamanya. Namun ytujun tersebut tidak selalu berjalan dengan baik, adakalanya individu
atau kelompok didalam masyarakt melanggar aturan yang sudah dibuat itu. Salah
satunya peraturan yang dibuar pemeritah / Negara dalam hal pembunuhan. Sudah
jelas bahwa pembunuhan itu dilarang dan apabila dilakukan pelakunya akan
mendapatkan hukuman. Namun kenyataannya masih banyak kasus-kasus pembunuhan
yang terjadi di Indonesia.
Hal
tersebut merupakan tindakan kriminal dan tak sepatutnya dilakukan. Sama halna
dengan apa yang terjadi di Palembang, dimana tindak kriminal tersebut dilakukan oleh masyarakat.
B. Permasalahan
Jumat, 16
Desember 2011
Kasus Mesuji Versi Warga - Palembang, berita kriminal sadis kembali terjadi di Palembang,
pengaduan masyarakat dan video pembunuhan terkait konflik lahan yang beredar di
media televisi dua hari lalu mengalami kesimpangsiuran lokasi, waktu, dan
kejadian. Pengaduan dan sebagian video merupakan dua peristiwa yang terpisah.
Video pembunuhan kasus mesuji yang memperlihatkan pemenggalan kepala terjadi di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, dan bukan dari Mesuji, Provinsi Lampung.
Kedua lokasi ini memang berbatasan dan hanya dipisahkan oleh sungai. Di dua lokasi berbeda itu, warga memang sama-sama mengalami konflik dengan perusahaan kelapa sawit, tetapi perusahaannya berbeda.
Pembunuhan dengan memenggal kepala itu terjadi pada Kamis, 21 April 2011, di Desa Sungai Sodong, Sumatera Selatan. Salah satu asisten kebun dipenggal oleh masyarakat yang marah karena terbunuhnya dua warga desa.
Dalam peristiwa itu tujuh orang tewas, terdiri dari dua warga desa, Syafei dan Macan, yang masih belasan tahun, serta lima orang dari pihak PT Sumber Wangi Alam (SWA).
Kejadian diawali bentrokan warga dengan orang-orang yang disewa perusahaan perkebunan kelapa sawit PT SWA. Bentrokan diawali penganiayaan serta pembunuhan terhadap Syafei dan Macan di Blok 19 kebun PT SWA pada Kamis pagi. Mereka ditemukan dengan luka-luka mengenaskan, termasuk telinga yang dipotong dan leher tergorok.
"Kami juga melihat adanya luka tembak yang ciri-cirinya lubang masuk kecil dan lubang keluar besar seperti meledak. Kami mencurigai ada anggota kepolisian terlibat dan senjata yang digunakan adalah peluru yang bisa meledak setelah ditembakkan," kata tokoh masyarakat setempat, Chichan, Kamis (15/12/2011).
Sekitar 200 warga dari enam desa yang masih berkerabat dengan dua korban itu kemudian marah dan menyerbu kompleks perumahan pegawai perkebunan. Warga juga merusak belasan rumah karyawan PT SWA, merusak truk-truk operasional, dan membakar satu sepeda motor.
"Aksi sadis warga dipicu kemarahan dan terjadi secara spontan," ujar Chichan.
Warga Sungai Sodong lainnya, Lia, mengatakan, pemberitaan yang beredar di media televisi tak benar karena bukan warga Sungai Sodong yang melapor ke DPR pada Rabu lalu.
"Kasus kami soal sengketa lahan 298 hektar ditambah 630 hektar lahan yang diklaim perusahaan justru tak muncul. Namun, video kejadian yang ditayangkan itu terjadi di desa kami," katanya.
Sumber kasus mesuji: regional.kompas.com
C.
Pemhasan dan Analisis
Teori
labeling yang dikemukakan oleh E.M. Lemert. Membedakan antara tiga bentuk
penyimpangan yaitu :
1. Individual
deviation, timbulnya penyimpangan dari tekanan psikis dari dalam.
2. Situation
deviation, yang merupakan hasil dari stres atau tekanan dari keadaaan.
3. Sistematic
deviation, adalah pola-pola dari perilaku kejahatan menjadi terorganisir dalam sub-sub cultur dan sistem tingkah laku.
Disamping itu Lemert
membedakan antara penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan
primer adalah tindakan awal dan pelanggaran yang dianggap timbul karena
berbagai hal dan oleh pelaku dipandang tidak berarti bagi kepribadiannya.
Sedangkan penyimpangan sekunder terjadi apabila pelaku mengatur kembali
ciri-ciri sosio-pikologinya-nya di sekitar peranan perbuatan menyimpang.
Menurut Lemert, penyimpangan sekunder seringkali menimbulkan proses umpan balik
dimana pengulangan tindakan penyimpangan akan meningkatkan tindakan
penyimpangan, dan mencapai puncaknya dengan penerimaan atas status sosial
menyimpang baginya serta usaha-usaha dari yang bersangkutan untuk bertindak
sesuai dengan peranan yang diberikan. Menurut Matza, teori labeling ini mirip
dengan apa yang di dalam psikologi sosial disebut teori “Symbolic Interactionist” (Susanto : 2011).
Jika dikaitkan dengan
kasus tersebut, perspektif labeling mengganggap kasus diatas merupakan sebuah
tindakan krimiinal yang tentunya melanggar hukum. Ini diambil dari hasil
interpretasi masyarakat terhadap tindakan pembuuhan diatas dimana penulis
meyakini bahwapembunuhan merupakan kondisi yang bertentangan dengan apa yang
diharapkan masyarakat apapun itu alasannya pembunuhan merukan tindakan yang
sangat tidak terpuji.
Masyarakat meyakini
bahwa kasus tersebut merupakan suatu penyimpangan perilaku terhadap berbagai
aturan-aturan sosial ataupun nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku
menyimpang tersebut merupakan tindakan kriminal karena dapat membahayakan
tegaknya sistem sosial.
Ada beberapa
proeses-proses yang menyebabkan seseorang menjadi penjahat. Analisis ini
bersifat sosial psikologis, proses seperti imitasi, pelaksanaan peranan sosial,
asosiasi diferensial, kompensasi, identifikasi, konsepsi diri pribadi (self-conception). Dan kekecewaan yang
agresif sebagai proses-proses yang menyebabkan seseorang menjadi penjahat
(Soerjono Soekanto : 2010).
Menurut penulis kasus
diatas lebih condong disebabkan oleh proses yang terakhir, yaitu pelaku
kejahatan tersebut merasa sangat kecewa terhadap apa yang telah dilakukan oleh
korban sehingga pelaku nekat untuk melakukan tindak kejahatan.
D.
Kesimpulan
Suatu
pembunuhan merupakan sebuah suatu kejahan, apapun alasannya hal tersebut tidak
dapat ditolerir oleh siapapun. Masyarakat sudah melebeli tindakan tersebut
sebagai sebuah kejahatan dan menyalahi aturan-aturan dari norma dan nilai
sosoal yang ada. Dimanapun tempatnya pembunuhan akan dicap sebagai tindakan
kriminal oleh masyarakat. Muda, tua, pria, wanita semua sepakat bahwa hal
tersebut merupakan kejahatan yang menyalahi aturan.
Daftar
Pustaka
Susanto
2011 Kriminologi.
Genta Publishing. Yogyakarta.
Soerjono Soekanto
2010 Sosiologi
Suatu Pengantar. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Soetomo
2010 Masalah Sosial dan Upaya Pencegahannya. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar