Senin, 21 Juli 2014

ringkasan materi tasawuf 1



NAMA            : MOHAMAD YASIR
NIM                : 1210105067
SOSIOLOGI
1.      Pendahuluan
a.       Pengertian Tasawuf
Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari Islam.
Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih mementingkan aspek rohani dibandingkan aspek jasmani.
Dalam kaitannya dengan kehidupan, tasawuf lebih menekankan kehidupan akhirat dibandingkan kehidupan dunia.
b.      Asal Kata Tasawuf
Arti kata Tasawwuf tidak dapat kita artikan dalam makna tertentu. Akan tetapi, ada beberapa theory tentang asal dari kata tasawwuf. Antara lain adalah sebagai berikut;
1)      Tasawwuf berasal dari kata shafw, artinya bersih atau shafaa. Kemungkinan ini dikuatkan oleh karena tujuan hidup kaum sufi adalah kebersihan lahir dan batin menuju maghfirah dan ridha Allah.
2)      Tasawwuf juga berasal dari kata shuffah, yaitu suatu kamar di samping masjid Rasulullah dikota Madinatul munawwarah, yang mana kamar tersebut disediakan selalu untuk para shahabat yang aktif dibidang ilmiah, dimana makan dan minum mereka ditanggung oleh orang-orang yang mampu dalam kota Madinah. Adapun para sahabat yang pernah tinggal disitu antara lain adalah: Abu dardak, Abu zarr, Abu Hurairah.
3)      Tasawwuf berasal dari kata shaff, yaitu barisan dikala waktu kita sembahyang. Oleh sebab itu orang-orang yang kuat imannya serta suci batinnya, memilih shaff (barisan) yang paling depan dalam berjamaah.
4)      Tasawwuf berasal juga dari kata shaufanah, yaitu adalah sebangsa buah-buahan kecil dan berbulu-bulu yang banyak sekali tumbuh dipadang pasir di tanah Arab, dimana pakaian kaum shufi itu berbulu-bulu seperti buah tersebut, yang menunjukan dalam kesederhanaan mereka.
c.       Faktor-faktor yang Menimbulkan Paham Tasawuf
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelahiran tasawuf adalah sebagai berikut :
1)      Lahir karena pengaruh paham kristen. Menjauhi dunia dan hidup di biara-biara.
2)      Karena pengaruh filsafat phytagoras yang berpendapat bahwa roh manusia kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Raga adalah penjara roh. Untuk mencapai kesenangan, seseorang harus membersihkan roh tersebut dengan sikap hidup meninggalkan materi.
3)      Pengaruh dari filsafat emanasi plotinus yang membawa paham bahwa wujud memancar dari zat Tuhan, roh dari Tuhan dan kembali ke Tuhan. Masuknya materi membuat roh menjadi kotor sehingga untuk kembali kepada Tuhan roh tu harus bersih dengan cara meninggalkan kehidupan duniawi.
4)      Atas pengaruh nirwana. Menurut ajaran budha bahwa sesorang itu harus meninggalkan dunia.
5)      Atas pengaruh hinduisme yang mendorong manusia untuk meninggalkan dunia dan berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan.
d.      Karakteristik Tasawuf
Karakteristik tasawuf ada lima, yaitu :
1)      Peningkatan moral. Setiap tasawuf memiliki moral tertentu yang tujuannya untuk membersihkan jiwa, untuk perealisasian nilai-nilai itu. Dengan sendirinya, hal ini memerlukan latihan-latihan  fisik-fisikis tersendiri, serta pengkekangan diri dari matrealisme duniawi, dan lain-lain.
2)      Pemenuhan fana (sirna) dalam realitas mutlak. Inilah ciri khas tasawuf dalam pengertiannya yang sunguh terkaji. Yang dimaksud fana ialah, bahwa dengan latihan fisik serta piskis yang di tempuhnya, akhirnya seorang sufi atau mistikus sampai pada kondisi piskis tertentu, dimana dia tak lagi merasakan adanya diri atau keakuannya. Bahkan dia merasa kekal-abadi dalam Realitas Yang Tertinggi.lebih jauh lagi., dia talah meleburkan kehendaknya bagi Kehandak Yang Mutlak. dari sebab inilah sebagai sufi ataupun mistikus berkeyakinan tantang dapat terjadinya persatuan dengan Realitas Yang Tertinggi itu, atau Yang Mutlak tersebut berada dalam  diri mereka. Dengan kata lain, wujud hanya satu, dan bukannya sama-sekali berbilang banyak . namun sebagi sufi  atau mistikus lainya tidak manyatakan pendapat begitu, yakni tentang  penyatuan, hulul, atau ketunggalan wujud. Sebaliknya, sekembali dari kesirnaan (fana), mereka justru mengokohkan adanya dualitas atau pluralitas wujud.
3)     Pengetahuan intuitip langsung. Ini adalah  norma terkaji epistemologis, yang membedakan tasawuf dari pada filsafat. Apabila dengan filsafat, yang dalam memahami realitas seseorang mempergunakan metode-metode intekektual, maka dia disebut seorang filosof. Sementara, kalau dia berkeyakinan atas terdapatnya metode yang lain bagi pemahaman hakekat realitas di sebalik persepsi indrawi dan penawaran intelektual, yang disebut dengan rasyf atau intuisi atau sebutan-sebutan serupa lainnya, maka dalam kondisi begini dia disebut sebagai sufi ataupun mistikus dalam pengertiannya yang lengkap. Intuisi, menurut para sufi ataupun mistikus, bagaikan sinar kilat yang muncul dan perginya selalu tiba- tiba.
4)     Ketentraman atau kebahagiaan. Ini merupakan karakteristik khusus pada semua bentuk tasawuf. Sebab, tasawuf diniatkan sebagai penunjuk atau pengendali berbagai dorongan hawa-nafsu, serta pembangkit keseimbangan psikis pada diri seorang sufi ataupun mistikus tersebut terbebas dari semua rasa takut dan merasa intens dan ketentraman jiwa, serta kebahagiaan dirinyapun terwujudkan. Selain itu sebagai sufi ataupun mistikus telah menyatakan, bahwa pemenuhan fana dalam Yang Mutlak dan pengetahuan mengenai-nya justru membangkitkan suatu kebahagiaan pada diri seorang manusia, yang mustahil dapat diuraikan dengan kata-kata.
5)     Penggunaan simbol dalam ungkapan-ungkapan. Yang dimaksud dengan penggunaan simbol ialah bahwa ungkapan-ungkapan yang dipergunakan para sufi ataupun mistikus itu biasanya mengandung dua pengertian. Pertama, pengertian yang ditimba dari harafiah kata-kata. Kedua, pengertian yang ditimba dari analisa serta pendalaman. Pengertian yang kedua ini hampir sempurna tertutup bagi yang bukan sufi ataupun mistikus; dan sulit baginya untuk dapat memahami ucapan sufi ataupun mistikus, apalagi untuk dapat memahami maksud tujuan mereka. Sebab, tasawuf adalah kondisi-kondisi efektif yang khusus, yang mustahil dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dan ia pun bukan merupakan kondisi yang sama pada semua orang. Setiap sufi ataupun mistikus punya cara sendiri dalam mengungkapkan kondisi-kondisi yang dialaminya. Dengan demikian, tasawuf atau mustisisme dekat dengan seni. Khusus para penempuhnya, dalam menguraikan kondisi yang mereka alami, mempergunakan intropeksi sebagai landasan. Jelas, hikmah kehidupan yang seperti begini sulit untuk dipahami orang-orang lain. Dari inilah mengapa tasawuf diberi atribut dengan simbolisme.
e.       Cara Memasuki lapangan Tasawuf
Jalan tasawuf disini dimaksudkan adalah usaha pendekatan diri kepada Allah yang melalui beberapa pendakian dari satu tingkat ketingkat lainnya yang lebih tinggi.hal ini dimaksudkan agar dapat mencapai tujuan utama bertasawuf. Selanjutnya agar seorang shufi benar-benar dapat mencapai tujuan utama tashawuf itu, menurut kitab kifayatul atqiya’ maka harus menempuh langkah langkah sebagai berikut:
1.      Syari’at
Bagi kaum mutashawwifin sebelum memasuki lebih jauh pada inti pokok ajaran tasawuf, terlebih dahulu haruslah memahami secara mendalam masalah syari’at. Syari'at tidak bisa ditinggalkan karena syari'at adalah unsur pokok bagi unsur-unsur berikutnya. Antara syari'at, Thariqat, hakikat, dan ma'rifat  harus selalu berhubungan erat dan saling melengkapi. Dan thariqat tanpa syari'at jelas batal.
Dari keterangan-keterangan di atas,  jelas dimana letak dan kedudukan syari'at dalam thariqat. Maka, setiap shufi haruslah membekali diri dengan pengetahuan yang mendalam tentang syari'at. dan berimplikasi bahwa segala tindakan dan tingkah laku seorang shufi haruslah disesuaikan dengan syari'at Allah. Secara garis besar golongan tashawwuf dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
a)      Golongan Ahli Tashawwuf Murtaziqah, yaitu yang ajaran kebatinannya digunakan untuk mencari rizqi, baik dengan cara halal maupun haram, melalui thariqat, tirakat, semedi.
b)      Golongan Ahli Tashawwuf menyimpang, yaitu golongan para normal atau dukun yang bisa meramalkan masa depan dan bisa mengetahui masalah ghaib menurut pengakuan mereka, bahkan bisa berhubungan dengan makhluq halus. Pokoknya golongan ini banyak mencari nilai-nilai tashawwuf dari luar Islam.
c)      Golongan Ahli Tashawwuf Murni atau hakiki yang mengambil ajaran-ajaran akhlaq dari Allah dan Rasul-Nya atau dari Al Qur'an dan Hadits.
Pada akhirnya, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa syari'at adalah salah satu unsur yang harus dilaksanakan dalam hidup bertasawuf. Syari'at dan hakikat saling berhubungan dan saling mengisi dan barangsapa yang meninggalkan syari'at dalam bertashawuf dengan alasan apa saja, maka akan batallah amalnya, bahkan akan terjerumus kedalam kekufuran yang nyata.
2.      Thariqat
Thariqat menurut pandangan para ulama' Mutashawwifin, yaitu jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW, yang dicontohkan oleh beliau dan para shahabatnya serta pada Tabi'in, Tabi'it tabi'in dan terus bersambung sampai kepada para guru-guru, Ulama', Kiyai-kiyai secara bersambung hingga pada masa kita sekarang ini.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh  Zainuddin bin Al.y Al Malibary, Thariqat adalah suatu cara atau pendakian yang ditempuh oleh para ahli tashawwuf atau kaum mutashawwifin untuk mencapai tujuan.Dalam ilmu tashawwuf dikatakan bahwa "syari'at itu merupakan peraturan, thariqat itu merupakan pelaksanaan sedangkan hakikat merupakan keadaan dan ma'rifat merupakan tujuan yang terakhir.
Pelaksanaan dan cara untuk mencapai tujuan, antara satu dengan lainnya berbeda-beda. Perbedaan tersebut muncul diakibatkan sebab-sebab dari timbulnya thariqat itu sendiri. tujuan pokoknya sama dapatlah dikemukakan suatu contoh, misalnya mengenai masalah dzikir kepada Allah, dzikrullah. Ada thariqat yang mempunyai dzikir-dzikir tertentu dengan bersuara atau yang disebut dzikrul lisan, ada dzikir dzikrul Qalbi dan ada juga dikrus sir. Dari bermacam-macam cara ini pada hakikatnya tujuan utama thariqat ini tak lain adalah agar seorang hamba dapat mengenal Allah. menempuh jalan (Thariqat) untuk terbukanya rahasia dan tersingkapnya dinding (kasyaf), maka kaum shufi mengadakan kegiatan bathin, riyadlah (latihan-latihan) dan mujahadah (perjuangan) kerohanian. Perjuangan ini dinamakan suluk dan orang yang mengerjakannya dinamakan Salik.
Jelaslah bahwa thariqat itu suatu sistem atau metode untuk menempuh jalan yang pada akhirnya mengenal dan merasakan adanya Tuhan dengan menggunakan mata hatinya. Dan cara orang mutasywwifin untuk mendekatkan diri kepada tuhan dengan melakukan riyadlah, Mujahadah, seperti ikhlas, zuhud, tajarrud, dan sebagainya.
3.      Hakikat
Haqiqat adalah keadaan Salik sampai pada tujuan utama tasyawuf yaitu ma'rifat billah dan musyahadati nurit tajalli atau terbukanya nur cahaya yang ghaib bagi hati seseorang. Tajalli disini adalah terbukanya . nur cahaya yang ghoib bagi hati seseorang. Dan sangat mungkin bahwa yang dimaksud tajalli disini adalah yang Mutajalli yaitu Allah. Adapula sebagian ulama’ tashawufmengatakan bahwa yang dimaksud dengan hakikat itu ialah segala penjelasan mengenai kebanaran mutlak dari sesuatu, seperti syuhud dzat, asma, sifat, memahami rahasia-rahasia Al-Quran dan rahasia-rahasia yang terkandung dalam larangan maupun perintah Tuhan


4.      Ma'rifat
Ma'rifat adalah mengenal Allah, baik lewat sifat-sifat-Nya, asma-asma-Nya maupun perbuatan-perbuatan-Nya. Dari akar ma'rifatullah, kemudian akan mempunyai cabang-cabang ma'rifat kepada Rasul, kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-kitak suci-Nya, termasuk ranting- ranting-Nya yakni mu'jizat, keramat dan kewalian. Sedang puncaknya adalah ma'rifat akan kehidupan sesudah mati, dimana semua makhluq akan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jelasnya mencapai ma'rifat itu tidak cukup dengan jalanmelalui dalil-dalil atau bukan semata didapat melalui akal atau banyaknya amalan, akan tetapi ma'rifat billah dapat dicapai dengan pertolongan Allah, disamping berusaha mendapatkannyamelalui amal sholeh.
f.       Isi Kandungan Tasawuf
Pengertian tasawuf lebih dititikberatkan kepada teori atau tatacara mendekatkan diri kepada Allah untuk mencapai keridhoan-Nya. Istilah “tasyawuf” belum dikenal pada masa Rasulullah(saw), namun praktek atau perilaku hidup Nabi(saw) - yang kemudian dicontoh para sahabat - menjadi dasar berdirinya istilah tasyawuf yang kemudian menjadi suatu cabang ilmu tersendiri dalam pelajaran agama Islam.
Ilmu tasawuf adalah tuntunan yang dapat menyampaikan manusia kepada mengenal Tuhan atau ma’rifat billah, dan melalui tasawuf ini pula ia dapat melangkah sesuai dengan tuntunan yang paling baik dan benar dengan akhlak yang indah serta akidah yang kuat. Oleh sebab itu maka mutasawwif tidak mempunyai tujuan lain selain mencapai ma’rifat billah (mengenal Allah) dengan sebenar-benarnya, dan tersingkapnya dinding (hijab) yang membatasinya dengan Allah. Bagi mereka mendekatkan diri kepada Allah selalu dilandasi semangat beribadah dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan hidup dan ma’rifahtullah.
Adapun yang dimaksud dengan ma’rifatullah ialah melihat Tuhan dengan hati secara jelas dan nyata dengan segala kenikmatan dan kebesaran-Nya, tapi tidak dengan kaifiyat. Artinya, Tuhan tidak digambarkan seperti benda atau manusia ataupun bentuk tertentu sebagai jawaban dari bagaimana zat Tuhan tersebut
2.      Fase-Fase Perkembangan Tasawuf dari Abad 1-4 H.
Abad Kesatu dan Kedua Hijriyah ( Gerakan Zuhud )
Sikap asketisme (zuhud) ini banyak dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Fase asketisma ini tumbuh pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Pada masa ini, terdapat individu-individu dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada ibadah. Mereka menjalankan konsepsi asketis dalam kehidupannya, yaitu tidak mementingkan makanan, pakaian maupun tempat tinggal. Mereka lebih banyak beramal untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan akhirat, yang menyebabkan mereka lebih memusatkan diri pada jalur kehidupan dan tingkah laku yang asketis. Tokoh yang sangat populer dikalangan mereka adalah Hasan Al-Bashri (meninggal pada 110 H) dan Rabi’ah Al-Adawiyah (meninggal pada 185 H) kedua tokoh ini dijuluki sebagai zabhid.
Abad Ketiga Hijriyah
Sejak abad ketiga Hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang ketika itu. Pembahasan mereka tentang moral, akhirnya, mendorongnya untuk semakin mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan akhlak.
Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikanh tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktikkan semua orang. Kesederhanaanya dapat dilihat dari kemudahan landasan-landasan atau alur berpikirnya. Tasawuf pada akhir yang sederhana ini tampaknya banyak ditampilkan oleh kaum salaf. Perhatian mereka lebih tertuju pada realitas pengalaman Islam dalam praktik yang lebih menekankan keterpujian perilaku manusia. Mereka melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak-akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran untuk berakhlak terpuji. Kondisi ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriah yang sangat formal dan cenderung kurang diterima oleh mereka yang mendambakan konsitensi pengaalaman ajaran Islam sampai pada aspek terdalam. Oleh karena itu, ketika menyaksikan ketidak beresan perilaku (akhlak) di sekitarrnya, mereka menanamkan kembali akhlak mulia. Pada masa ini, tasawuf identilk dengan akhlak. Pada abad ketiga terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf yang berkembang masa itu, mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu:Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa,Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak, dan Tasawuf yang berintikan metafisika. Beberapa tokoh tasawuf pada abad ini diantaranya Al-Suqti (wafat 253 H), dan Dzunun Al-Hasri (wafat 245 H).
Abad Keempat Hijriyah
Abad ini ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkanb pada abad ketiga hijriyah, karna usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Akibatnya, kota Baghdad yang hanya satu-satunya koa yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaingi oleh kota-kota besar lainnya. Upaya untuk mengembangkan tasawuf diluar kota Baghdad dipelopori oleh beberapa ulama tasawuf yang terkenal kesufiannya, yaitu Musa Al-Anshory (wafat 320 H), Abu Hamid bin Muhammad Ar-Rubazy (wafat 322 H), Abu Zaid Al-Adamy (wafat 314 H), dan Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab As-Saqafi (wafat 328 H). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar