NAMA : MOHAMAD YASIR
NIM : 1210105067
SOSIOLOGI
1.
Pendahuluan
a.
Pengertian Tasawuf
Tasawuf adalah
salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari
Islam.
Dalam
kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih mementingkan aspek rohani dibandingkan
aspek jasmani.
Dalam
kaitannya dengan kehidupan, tasawuf lebih menekankan kehidupan akhirat
dibandingkan kehidupan dunia.
b.
Asal Kata Tasawuf
Arti
kata Tasawwuf tidak dapat kita artikan dalam makna tertentu. Akan tetapi, ada
beberapa theory tentang asal dari kata tasawwuf. Antara lain adalah sebagai
berikut;
1)
Tasawwuf
berasal dari kata shafw, artinya bersih atau shafaa. Kemungkinan
ini dikuatkan oleh karena tujuan hidup kaum sufi adalah kebersihan lahir dan
batin menuju maghfirah dan ridha Allah.
2)
Tasawwuf
juga berasal dari kata shuffah, yaitu suatu kamar di samping masjid
Rasulullah dikota Madinatul munawwarah, yang mana kamar tersebut disediakan
selalu untuk para shahabat yang aktif dibidang ilmiah, dimana makan dan minum
mereka ditanggung oleh orang-orang yang mampu dalam kota Madinah. Adapun para
sahabat yang pernah tinggal disitu antara lain adalah: Abu dardak, Abu zarr,
Abu Hurairah.
3)
Tasawwuf
berasal dari kata shaff, yaitu barisan dikala waktu kita sembahyang.
Oleh sebab itu orang-orang yang kuat imannya serta suci batinnya, memilih shaff
(barisan) yang paling depan dalam berjamaah.
4)
Tasawwuf
berasal juga dari kata shaufanah, yaitu adalah sebangsa
buah-buahan kecil dan berbulu-bulu yang banyak sekali tumbuh dipadang pasir di
tanah Arab, dimana pakaian kaum shufi itu berbulu-bulu seperti buah tersebut,
yang menunjukan dalam kesederhanaan mereka.
c.
Faktor-faktor yang
Menimbulkan Paham Tasawuf
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kelahiran tasawuf adalah sebagai berikut :
1)
Lahir karena
pengaruh paham kristen. Menjauhi dunia dan hidup di biara-biara.
2)
Karena pengaruh
filsafat phytagoras yang berpendapat bahwa roh manusia kekal dan berada di
dunia sebagai orang asing. Raga adalah penjara roh. Untuk mencapai kesenangan,
seseorang harus membersihkan roh tersebut dengan sikap hidup meninggalkan
materi.
3)
Pengaruh dari
filsafat emanasi plotinus yang membawa paham bahwa wujud memancar dari zat
Tuhan, roh dari Tuhan dan kembali ke Tuhan. Masuknya materi membuat roh menjadi
kotor sehingga untuk kembali kepada Tuhan roh tu harus bersih dengan cara
meninggalkan kehidupan duniawi.
4)
Atas pengaruh nirwana.
Menurut ajaran budha bahwa sesorang itu harus meninggalkan dunia.
5)
Atas pengaruh
hinduisme yang mendorong manusia untuk meninggalkan dunia dan berupaya
mendekatkan diri kepada Tuhan.
d.
Karakteristik
Tasawuf
Karakteristik
tasawuf ada lima, yaitu :
1)
Peningkatan moral. Setiap tasawuf
memiliki moral tertentu yang tujuannya untuk membersihkan jiwa, untuk
perealisasian nilai-nilai itu. Dengan sendirinya, hal ini memerlukan latihan-latihan
fisik-fisikis tersendiri, serta pengkekangan diri dari matrealisme duniawi, dan
lain-lain.
2)
Pemenuhan fana (sirna) dalam
realitas mutlak. Inilah ciri khas tasawuf dalam pengertiannya yang sunguh
terkaji. Yang dimaksud fana ialah, bahwa dengan latihan fisik serta piskis yang
di tempuhnya, akhirnya seorang sufi atau mistikus sampai pada kondisi piskis
tertentu, dimana dia tak lagi merasakan adanya diri atau keakuannya. Bahkan dia
merasa kekal-abadi dalam Realitas Yang Tertinggi.lebih jauh lagi., dia talah
meleburkan kehendaknya bagi Kehandak Yang Mutlak. dari sebab inilah sebagai
sufi ataupun mistikus berkeyakinan tantang dapat terjadinya persatuan dengan
Realitas Yang Tertinggi itu, atau Yang Mutlak tersebut berada dalam diri
mereka. Dengan kata lain, wujud hanya satu, dan bukannya sama-sekali berbilang
banyak . namun sebagi sufi atau mistikus lainya tidak manyatakan pendapat
begitu, yakni tentang penyatuan, hulul, atau ketunggalan wujud.
Sebaliknya, sekembali dari kesirnaan (fana), mereka justru mengokohkan adanya
dualitas atau pluralitas wujud.
3)
Pengetahuan intuitip langsung.
Ini adalah norma terkaji epistemologis, yang membedakan tasawuf dari pada
filsafat. Apabila dengan filsafat, yang dalam memahami realitas seseorang
mempergunakan metode-metode intekektual, maka dia disebut seorang filosof.
Sementara, kalau dia berkeyakinan atas terdapatnya metode yang lain bagi
pemahaman hakekat realitas di sebalik persepsi indrawi dan penawaran
intelektual, yang disebut dengan rasyf atau intuisi atau sebutan-sebutan
serupa lainnya, maka dalam kondisi begini dia disebut sebagai sufi ataupun
mistikus dalam pengertiannya yang lengkap. Intuisi, menurut para sufi ataupun
mistikus, bagaikan sinar kilat yang muncul dan perginya selalu tiba- tiba.
4)
Ketentraman atau kebahagiaan. Ini
merupakan karakteristik khusus pada semua bentuk tasawuf. Sebab, tasawuf
diniatkan sebagai penunjuk atau pengendali berbagai dorongan hawa-nafsu, serta
pembangkit keseimbangan psikis pada diri seorang sufi ataupun mistikus tersebut
terbebas dari semua rasa takut dan merasa intens dan ketentraman jiwa, serta
kebahagiaan dirinyapun terwujudkan. Selain itu sebagai sufi ataupun mistikus
telah menyatakan, bahwa pemenuhan fana dalam Yang Mutlak dan pengetahuan
mengenai-nya justru membangkitkan suatu kebahagiaan pada diri seorang manusia,
yang mustahil dapat diuraikan dengan kata-kata.
5)
Penggunaan simbol dalam
ungkapan-ungkapan. Yang dimaksud dengan penggunaan simbol ialah bahwa
ungkapan-ungkapan yang dipergunakan para sufi ataupun mistikus itu biasanya
mengandung dua pengertian. Pertama, pengertian yang ditimba dari harafiah
kata-kata. Kedua, pengertian yang ditimba dari analisa serta pendalaman.
Pengertian yang kedua ini hampir sempurna tertutup bagi yang bukan sufi ataupun
mistikus; dan sulit baginya untuk dapat memahami ucapan sufi ataupun mistikus,
apalagi untuk dapat memahami maksud tujuan mereka. Sebab, tasawuf adalah
kondisi-kondisi efektif yang khusus, yang mustahil dapat diungkapkan dengan
kata-kata. Dan ia pun bukan merupakan kondisi yang sama pada semua orang.
Setiap sufi ataupun mistikus punya cara sendiri dalam mengungkapkan
kondisi-kondisi yang dialaminya. Dengan demikian, tasawuf atau mustisisme dekat
dengan seni. Khusus para penempuhnya, dalam menguraikan kondisi yang mereka
alami, mempergunakan intropeksi sebagai landasan. Jelas, hikmah kehidupan yang
seperti begini sulit untuk dipahami orang-orang lain. Dari inilah mengapa
tasawuf diberi atribut dengan simbolisme.
e.
Cara Memasuki
lapangan Tasawuf
Jalan tasawuf disini dimaksudkan adalah usaha pendekatan diri kepada Allah
yang melalui beberapa pendakian dari satu tingkat ketingkat lainnya yang lebih
tinggi.hal ini dimaksudkan agar dapat mencapai tujuan utama bertasawuf.
Selanjutnya agar seorang shufi benar-benar dapat mencapai tujuan utama tashawuf
itu, menurut kitab kifayatul atqiya’ maka harus menempuh langkah langkah
sebagai berikut:
1. Syari’at
Bagi kaum mutashawwifin sebelum
memasuki lebih jauh pada inti pokok ajaran tasawuf, terlebih dahulu haruslah
memahami secara mendalam masalah syari’at. Syari'at tidak bisa ditinggalkan
karena syari'at adalah unsur pokok bagi unsur-unsur berikutnya. Antara
syari'at, Thariqat, hakikat, dan ma'rifat harus selalu berhubungan
erat dan saling melengkapi. Dan thariqat tanpa syari'at jelas batal.
Dari keterangan-keterangan di
atas, jelas dimana letak dan kedudukan syari'at dalam thariqat.
Maka, setiap shufi haruslah membekali diri dengan pengetahuan yang mendalam
tentang syari'at. dan berimplikasi bahwa segala tindakan dan tingkah laku seorang
shufi haruslah disesuaikan dengan syari'at Allah. Secara garis besar
golongan tashawwuf dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
a) Golongan Ahli Tashawwuf
Murtaziqah, yaitu yang ajaran kebatinannya digunakan untuk mencari rizqi, baik
dengan cara halal maupun haram, melalui thariqat, tirakat, semedi.
b) Golongan Ahli Tashawwuf
menyimpang, yaitu golongan para normal atau dukun yang bisa meramalkan masa
depan dan bisa mengetahui masalah ghaib menurut pengakuan mereka, bahkan bisa
berhubungan dengan makhluq halus. Pokoknya golongan ini banyak mencari
nilai-nilai tashawwuf dari luar Islam.
c) Golongan Ahli Tashawwuf
Murni atau hakiki yang mengambil ajaran-ajaran akhlaq dari Allah dan Rasul-Nya
atau dari Al Qur'an dan Hadits.
Pada akhirnya, dapatlah diambil
suatu kesimpulan bahwa syari'at adalah salah satu unsur yang harus dilaksanakan
dalam hidup bertasawuf. Syari'at dan hakikat saling berhubungan dan saling
mengisi dan barangsapa yang meninggalkan syari'at dalam bertashawuf dengan
alasan apa saja, maka akan batallah amalnya, bahkan akan terjerumus kedalam
kekufuran yang nyata.
2. Thariqat
Thariqat menurut pandangan
para ulama' Mutashawwifin, yaitu jalan atau petunjuk dalam
melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah
SAW, yang dicontohkan oleh beliau dan para shahabatnya serta pada
Tabi'in, Tabi'it tabi'in dan terus bersambung sampai kepada para
guru-guru, Ulama', Kiyai-kiyai secara bersambung hingga pada masa kita sekarang
ini.
Sebagaimana yang dijelaskan
oleh Syaikh Zainuddin bin Al.y Al Malibary, Thariqat adalah
suatu cara atau pendakian yang ditempuh oleh para ahli tashawwuf atau kaum
mutashawwifin untuk mencapai tujuan.Dalam ilmu tashawwuf dikatakan bahwa
"syari'at itu merupakan peraturan, thariqat itu merupakan pelaksanaan
sedangkan hakikat merupakan keadaan dan ma'rifat merupakan tujuan yang
terakhir.
Pelaksanaan dan cara untuk
mencapai tujuan, antara satu dengan lainnya berbeda-beda. Perbedaan tersebut
muncul diakibatkan sebab-sebab dari timbulnya thariqat itu sendiri. tujuan
pokoknya sama dapatlah dikemukakan suatu contoh, misalnya mengenai masalah
dzikir kepada Allah, dzikrullah. Ada thariqat yang mempunyai dzikir-dzikir
tertentu dengan bersuara atau yang disebut dzikrul lisan, ada dzikir dzikrul
Qalbi dan ada juga dikrus sir. Dari bermacam-macam cara ini pada
hakikatnya tujuan utama thariqat ini tak lain adalah agar seorang hamba dapat
mengenal Allah. menempuh jalan (Thariqat) untuk terbukanya rahasia dan
tersingkapnya dinding (kasyaf), maka kaum shufi mengadakan kegiatan bathin, riyadlah
(latihan-latihan) dan mujahadah (perjuangan) kerohanian. Perjuangan ini
dinamakan suluk dan orang yang mengerjakannya dinamakan Salik.
Jelaslah bahwa thariqat itu suatu
sistem atau metode untuk menempuh jalan yang pada akhirnya mengenal dan
merasakan adanya Tuhan dengan menggunakan mata hatinya. Dan cara orang
mutasywwifin untuk mendekatkan diri kepada tuhan dengan melakukan riyadlah,
Mujahadah, seperti ikhlas, zuhud, tajarrud, dan sebagainya.
3. Hakikat
Haqiqat adalah keadaan Salik
sampai pada tujuan utama tasyawuf yaitu ma'rifat billah dan musyahadati nurit
tajalli atau terbukanya nur cahaya yang ghaib bagi hati seseorang. Tajalli
disini adalah terbukanya . nur cahaya yang ghoib bagi hati seseorang. Dan
sangat mungkin bahwa yang dimaksud tajalli disini adalah yang Mutajalli yaitu
Allah. Adapula sebagian ulama’ tashawufmengatakan bahwa yang dimaksud
dengan hakikat itu ialah segala penjelasan mengenai kebanaran mutlak dari
sesuatu, seperti syuhud dzat, asma, sifat, memahami rahasia-rahasia Al-Quran
dan rahasia-rahasia yang terkandung dalam larangan maupun perintah Tuhan
4. Ma'rifat
Ma'rifat adalah mengenal Allah,
baik lewat sifat-sifat-Nya, asma-asma-Nya maupun
perbuatan-perbuatan-Nya. Dari akar ma'rifatullah, kemudian akan mempunyai
cabang-cabang ma'rifat kepada Rasul, kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-kitak
suci-Nya, termasuk ranting- ranting-Nya yakni mu'jizat, keramat dan kewalian.
Sedang puncaknya adalah ma'rifat akan kehidupan sesudah mati, dimana semua
makhluq akan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jelasnya mencapai
ma'rifat itu tidak cukup dengan jalanmelalui dalil-dalil atau bukan semata
didapat melalui akal atau banyaknya amalan, akan tetapi ma'rifat billah
dapat dicapai dengan pertolongan Allah, disamping berusaha mendapatkannyamelalui
amal sholeh.
f.
Isi Kandungan
Tasawuf
Pengertian tasawuf lebih dititikberatkan kepada teori atau tatacara
mendekatkan diri kepada Allah untuk mencapai keridhoan-Nya. Istilah “tasyawuf”
belum dikenal pada masa Rasulullah(saw), namun praktek atau perilaku hidup Nabi(saw)
- yang kemudian dicontoh para sahabat - menjadi dasar berdirinya istilah
tasyawuf yang kemudian menjadi suatu cabang ilmu tersendiri dalam pelajaran
agama Islam.
Ilmu tasawuf
adalah tuntunan yang dapat menyampaikan manusia kepada mengenal Tuhan atau
ma’rifat billah, dan melalui tasawuf ini pula ia dapat melangkah sesuai dengan
tuntunan yang paling baik dan benar dengan akhlak yang indah serta akidah yang
kuat. Oleh sebab itu maka mutasawwif tidak mempunyai tujuan lain selain
mencapai ma’rifat billah (mengenal Allah) dengan sebenar-benarnya, dan
tersingkapnya dinding (hijab) yang membatasinya dengan Allah. Bagi mereka
mendekatkan diri kepada Allah selalu dilandasi semangat beribadah dengan tujuan
untuk mencapai kesempurnaan hidup dan ma’rifahtullah.
Adapun yang dimaksud dengan
ma’rifatullah ialah melihat Tuhan dengan hati secara jelas dan nyata dengan
segala kenikmatan dan kebesaran-Nya, tapi tidak dengan kaifiyat. Artinya, Tuhan
tidak digambarkan seperti benda atau manusia ataupun bentuk tertentu sebagai
jawaban dari bagaimana zat Tuhan tersebut
2.
Fase-Fase
Perkembangan Tasawuf dari Abad 1-4 H.
Abad Kesatu dan Kedua Hijriyah ( Gerakan Zuhud )
Sikap asketisme
(zuhud) ini banyak dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Fase
asketisma ini tumbuh pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Pada masa ini,
terdapat individu-individu dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya
pada ibadah. Mereka menjalankan konsepsi asketis dalam kehidupannya, yaitu
tidak mementingkan makanan, pakaian maupun tempat tinggal. Mereka lebih banyak
beramal untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan akhirat, yang menyebabkan
mereka lebih memusatkan diri pada jalur kehidupan dan tingkah laku yang
asketis. Tokoh yang sangat populer dikalangan mereka adalah Hasan Al-Bashri
(meninggal pada 110 H) dan Rabi’ah Al-Adawiyah (meninggal pada 185 H) kedua
tokoh ini dijuluki sebagai zabhid.
Abad Ketiga Hijriyah
Sejak abad ketiga Hijriyah, para sufi mulai menaruh
perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku.
Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya
menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang ketika
itu. Pembahasan mereka tentang moral, akhirnya, mendorongnya untuk semakin
mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan akhlak.
Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikanh tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktikkan semua orang. Kesederhanaanya dapat dilihat dari kemudahan landasan-landasan atau alur berpikirnya. Tasawuf pada akhir yang sederhana ini tampaknya banyak ditampilkan oleh kaum salaf. Perhatian mereka lebih tertuju pada realitas pengalaman Islam dalam praktik yang lebih menekankan keterpujian perilaku manusia. Mereka melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak-akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran untuk berakhlak terpuji. Kondisi ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriah yang sangat formal dan cenderung kurang diterima oleh mereka yang mendambakan konsitensi pengaalaman ajaran Islam sampai pada aspek terdalam. Oleh karena itu, ketika menyaksikan ketidak beresan perilaku (akhlak) di sekitarrnya, mereka menanamkan kembali akhlak mulia. Pada masa ini, tasawuf identilk dengan akhlak. Pada abad ketiga terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf yang berkembang masa itu, mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu:Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa,Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak, dan Tasawuf yang berintikan metafisika. Beberapa tokoh tasawuf pada abad ini diantaranya Al-Suqti (wafat 253 H), dan Dzunun Al-Hasri (wafat 245 H).
Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikanh tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktikkan semua orang. Kesederhanaanya dapat dilihat dari kemudahan landasan-landasan atau alur berpikirnya. Tasawuf pada akhir yang sederhana ini tampaknya banyak ditampilkan oleh kaum salaf. Perhatian mereka lebih tertuju pada realitas pengalaman Islam dalam praktik yang lebih menekankan keterpujian perilaku manusia. Mereka melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak-akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran untuk berakhlak terpuji. Kondisi ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriah yang sangat formal dan cenderung kurang diterima oleh mereka yang mendambakan konsitensi pengaalaman ajaran Islam sampai pada aspek terdalam. Oleh karena itu, ketika menyaksikan ketidak beresan perilaku (akhlak) di sekitarrnya, mereka menanamkan kembali akhlak mulia. Pada masa ini, tasawuf identilk dengan akhlak. Pada abad ketiga terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf yang berkembang masa itu, mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu:Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa,Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak, dan Tasawuf yang berintikan metafisika. Beberapa tokoh tasawuf pada abad ini diantaranya Al-Suqti (wafat 253 H), dan Dzunun Al-Hasri (wafat 245 H).
Abad Keempat Hijriyah
Abad ini ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang
lebih pesat dibandingkanb pada abad ketiga hijriyah, karna usaha maksimal para
ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Akibatnya,
kota Baghdad yang hanya satu-satunya koa yang terkenal sebagai pusat kegiatan
tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaingi oleh kota-kota besar
lainnya. Upaya untuk mengembangkan tasawuf diluar kota Baghdad dipelopori oleh
beberapa ulama tasawuf yang terkenal kesufiannya, yaitu Musa Al-Anshory (wafat
320 H), Abu Hamid bin Muhammad Ar-Rubazy (wafat 322 H), Abu Zaid Al-Adamy
(wafat 314 H), dan Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab As-Saqafi (wafat 328 H).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar